Selasa, 01 Maret 2016

KPI Diminta Cabut Larangan Tayangan "Pria yang Kewanitaan" | SURAT EDARAN KPI MELANGGAR KONSTITUSI



Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diminta mencabut surat edaran yang melarang lembaga penyiaran menampilkan adegan pria dengan gaya perempuan. Surat edaran Nomor 203/K/KPI/02/16 dianggap diskriminatif dan menggerus asas keberagaman. "KPI melakukan diskriminasi dengan memberi penekanan bahwa tindakan keperempuanan adalah hal yang tidak baik," kata Koordinator Koalisi Keberagaman Penyiaran Indonesia, Asep Komarudin, di depan Kantor KPI, Jakarta, Selasa (1/3/2016).

Selain itu, edaran KPI juga dianggap membatasi ruang berekspresi dan identitas jender di lembaga penyiaran. Asep khawatir, edaran KPI itu dijadikan alat legitimasi untuk melakukan tindakan diskriminasi terhadap individu dengan identitas dan ekspresi jender berbeda. "KPI harus cabut edaran itu karena melakukan generalisasi keberagaman dengan stereotip yang merendahkan perempuan," ujarnya.

Asep menuturkan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menjamin penyiaran berdasarkan keberagaman dan kebebasan yang bertanggung jawab. Jika ingin melindungi anak-anak dari dampak negatif tayangan lembaga penyiaran, kata Asep, KPI seharusnya memberikan tayangan edukatif untuk mengenal keberagaman jender secara komprehensif.

"Dengan demikian, mendapatkan pemahaman, menumbuhkan empati, bukan menanamkan kebencian," kata dia. Kedatangan anggota Koalisi Kebebasan Penyiaran Indonesia itu diterima oleh beberapa komisioner KPI, salah satunya Rahmat Arifin. Seluruh aspirasi yang disampaikan kepada KPI akan menjadi bahan masukan. "Nanti akan kami sampaikan masukan dari masyarakat dalam rapat pleno," kata Rahmat.

KPI sebelumnya melarang lembaga penyiaran menayangkan program siaran yang menampilkan "pria yang kewanitaan". (Baca: Ini Alasan KPI Larang Stasiun TV Tayangkan Sosok "Pria yang Kewanitaan")
Surat edaran tersebut ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan ditujukan kepada semua direktur utama lembaga penyiaran di Indonesia.
 
"Siaran dengan muatan demikian dapat mendorong anak untuk belajar dan atau membenarkan perilaku tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari," demikian petikan isi surat edaran tersebut.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan, surat edaran tersebut bukanlah yang pertama, melainkan telah dilayangkan berulang kali. Menurut dia, surat tersebut diedarkan sebagai penekanan kembali dan hanya diedarkan di tengah momentum tertentu.

Adapun konten yang dilarang adalah:
1. Gaya berpakaian kewanitaan;
2. Riasan (make-up) kewanitaan;
3. Bahasa tubuh kewanitaan (termasuk, tetapi tidak terbatas pada gaya berjalan, gaya duduk, gerakan tangan, ataupun perilaku lainnya);
4. Gaya bicara kewanitaan;
5. Menampilkan pembenaran atau promosi seorang pria untuk berperilaku kewanitaan;
6. Menampilkan sapaan terhadap pria dengan sebutan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita;
7. Menampilkan istilah dan ungkapan khas yang sering dipergunakan kalangan pria kewanitaan.

KPI Pusat menilai, hal-hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat serta perlindungan anak-anak dan remaja.

"Kami akan melakukan pemantauan intensif kepada seluruh lembaga penyiaran. Sanksi akan kami jatuhkan jika lembaga penyiaran terbukti masih menyiarkan hal-hal di atas," demikian isi surat edaran itu.

Baca Juga :
 Ahok Ungkap Rahasia Sukses Bongkar Kalijodo | Ini Rencana Ahok Soal Proyek di Kalijodo, Bukan Lagi Tempat Cari Jodoh
Kasus Saipul Jamil Soal Air Liur di Celana DS | Dipenjara Saipul Jamil Jadi Lebih Rajin Beribadah

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencabut Surat Edaran KPI Nomor 203/K/KPI/02/16. Surat tanggal 23 Februari 2016 yang ditandatangani oleh Ketua KPI Judhariksawan dan ditujukan kepada seluruh direktur utama lembaga penyiaran itu dinilai KPI dapat melanggar hak konstitusional seseorang.

"Komnas Perempuan mengingatkan pentingnya untuk mengkaji kembali semua aturan dengan berlandaskan konstitusi yang merupakan sumber utama untuk membuat peraturan dan kebijakan bagi hirarki hukum di bawahnya. Komnas Perempuan menilai Surat Edaran dari KPI tidak mengacu kepada konstitusi," begitu petikan pernyataan sikap resmi Komnas Perempuan yang dikirim atas nama Ketua Komnas Perempuan, Azriana, kepada redaksi, Selasa (1/3).

Komnas Perempuan menilai Surat Edaran KPI Nomor 203/K/KPI/02/16 merupakan pelarangan ekspresi yang tidak sesuai dengan Pasal 28 E UUD 45, Ayat (2) dan (3).

Selain merupakan pelarangan ekspresi yang sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia, seperti wayang orang yang banyak menampilkan pria berpakaian seperti wanita, yang kemudian diejawantahkan dalam ekspresi seni lainnya,termasuk dalam komedi seperti kelompok komedi Srimulat, Surat Edaran KPI tersebut juga tidak memahami tentang ekspresi gender yang ditampilkan di dalam seni dan budaya di Indonesia.

Sebagai contoh maestro tari Didik Nini Thowok, yang mengharumkan nama Indonesia serta merawat kelestarian seni budaya Indonesia lewat ekspresi gender sebagai perempuan. "Surat Edaran KPI ini jelas merupakan pembatasan yang memberangus dan melarang ekspresi serta membuka ruang lebar dalam menciptakan situasi yang diskriminatif satu sama lainnya."

Surat KPI, dalam hemat Komnas Perempuan, bukan saja berdampak pada terlanggarnya hak konstitusional untuk berekspresi yang dapat mematikan kreativitas seseorang, tetapi juga dapat berdampak pada pemiskinan, menyebabkan sesorang kehilangan pekerjaannya. Banyak pihak yang akan terdampak dari pemberlakuan surat edaran tersebut.

"KPI penting untuk terlebih dulu memilah masalah dan berfokus kualitas dan kapasitas penyiaran yang dapat memajukan hak informasi dan mencegah terjadinya pelecehan, kekerasan dan pengingkaran norma masyarakat. Untuk itu Komnas Perempuan meminta agar KPI mencabut surat edaran tersebut," begitu petikan lain sikap resmi Komnas Perempuan.

Sebaliknya, sebagai institusi negara, KPI wajib melindungi segala bentuk ekspresi seni budaya dan mengeluarkan kebijakan dengan meletakkan penghormatan atas hak konstitusional setiap warganegara. "KPI seharusnya dapat membedakan mana substansi (kontens dan tujuan) penyiaran dan mana tuntutan profesi, serta lebih mengoptimalkan perannya dalam mengawasi kontens dan tujuan penyiaran yang lebih mendidik.
 

0 komentar:

Posting Komentar

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut
Copyright © 2014 Berita pagi ini